Poto : TNI Mengajar Kehadiran Militer di Sekolah Lani Jaya
Lanny Jaya, Kabargunung.com – Kehadiran Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam program belajar mengajar di SDN Inpres Brume, Distrik Balingga, Kabupaten Lanny Jaya, Papua Pegunungan, pada Selasa (3/6/2025), memicu respons beragam dari masyarakat. Satuan Tugas (Satgas) Yonif 614/RJP yang terlibat dalam kegiatan ini mengklaim tengah menunjukkan “wajah humanis TNI”. Namun, sebagian masyarakat adat Papua memandangnya sebagai bentuk normalisasi militerisasi yang berpotensi menimbulkan trauma pada anak-anak.
Kegiatan ini dipimpin oleh Komandan Pos Balingga, Letda Inf Jawailul. Para prajurit terlibat dalam metode belajar sambil bermain guna mendorong semangat anak-anak menghadapi ujian kenaikan kelas.
“Kami ingin membangkitkan semangat belajar anak-anak agar tidak bosan,” ujar Letda Jawailul.
Kegiatan tersebut, menurut laporan, disambut antusias oleh siswa dan disambut baik oleh salah satu guru sekolah, Tinus Murib, S.Pd, yang menyatakan bahwa kehadiran TNI memberi motivasi kepada anak-anak.
Namun, di sisi lain, masyarakat adat Papua menyampaikan kekhawatiran serius. Mereka menilai bahwa kehadiran aparat bersenjata di lingkungan pendidikan tidak bisa dilepaskan dari konteks konflik bersenjata yang berlangsung di Tanah Papua. Sekolah, yang seharusnya menjadi zona aman, justru berpotensi menjadi subjek konflik.
“TNI mengajar jangan dipaksakan. Pendidikan harus bebas dari militer. Kehadiran tentara di sekolah membuat anak-anak takut. Mereka trauma,” kata salah satu tokoh adat yang enggan disebut namanya.
Kelompok masyarakat sipil dan aktivis HAM di Papua juga menyuarakan kritik keras. Mereka menegaskan bahwa kehadiran militer di institusi pendidikan bertentangan dengan prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional, yang melarang penggunaan fasilitas sipil, seperti sekolah, untuk kepentingan militer — terutama di wilayah konflik seperti perbatasan RI–Papua Nugini.
Mereka menyerukan agar negara mengakhiri keterlibatan militer dalam dunia pendidikan dan sebaliknya memperkuat keberadaan guru-guru sipil, khususnya di daerah terpencil. Bagi masyarakat Papua, narasi “kemanusiaan” yang dibawa TNI tidak bisa menghapus memori kolektif tentang kekerasan negara yang masih membekas dalam ingatan rakyat Papua.
“Jika terjadi konflik bersenjata di wilayah sekolah, negara harus bertanggung jawab penuh atas keselamatan guru, siswa, dan masyarakat. Kehadiran militer bukan solusi, justru memperburuk ketakutan,” tegas seorang pemimpin komunitas lokal.
Masyarakat adat Papua kembali menegaskan: pendidikan adalah hak dasar, bukan ladang propaganda atau eksperimen militer. Mereka mendesak negara untuk mengembalikan sekolah menjadi tempat yang aman, damai, dan bebas dari bayang-bayang senjata.
Redaksi: Vull
Post Views : 246 views
Posted in Konfilik TNI POLRI dan WPA, Konflik, Nasional
Liputan6.com, Jakarta – Apple baru saja perkenalkan TWS…
Poto : Wakil Panglima bersama Pasukan KODAP…
Poto : Almarhum Demianus Degei Totiyo, Kabargunung.com…
Poto : Almarhum Nikolaus Wakei Mapia, Kabargunung.com…