banner kabargunung

Okto Jemy Yogi Dituntut 12 Tahun, Kuasa Hukum: Ini Bukan Penegakan Hukum, Tapi Kriminalisasi

kabargun | 492 views

May 15, 2025

tadahnews (2)

Poto : Kuasa Hukum Maria Kobepa, SH

Nabire, Kabargunung.Com – Pada hari Kamis, 15 Mei 2025 — Terdakwa Okto Jemy M. Yogi dituntut 12 tahun penjara dalam sidang kasus dugaan jual-beli amunisi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Nabire, Kamis (15/5/2025). Tuntutan ini menuai kecaman keras dari tim kuasa hukum yang menilai langkah Kejaksaan tidak proporsional dan sarat muatan kriminalisasi terhadap aktivis Papua.

Dalam sidang tersebut, JPU menyatakan bahwa tuntutan terhadap Okto Jemy Yogi didasarkan pada Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api dan amunisi. “Memiliki amunisi,” tegas JPU saat membacakan tuntutan di hadapan majelis hakim.

Menanggapi hal itu, Maria Kobepa, S.H., penasihat hukum terdakwa, menyatakan keberatan atas tuntutan tersebut. Ia menegaskan bahwa JPU mengabaikan fakta-fakta penting yang muncul selama persidangan, termasuk soal status kepemilikan amunisi yang masih dipertanyakan.

“Klien kami belum bisa dikategorikan sebagai pemilik sah. Ia baru melakukan transaksi dan belum melunasi pembayaran. Artinya, amunisi itu belum sepenuhnya menjadi miliknya,” ujar Kobepa usai sidang.

Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim, Okto Jemy M. Yogi mengakui bahwa dirinya telah membayar Rp3,5 juta dari total harga Rp20 juta untuk 104 butir amunisi, dengan sisa pembayaran sebesar Rp13 juta yang belum ia lunasi. Transaksi tersebut dilakukan secara lisan tanpa adanya bukti tertulis atau dokumen resmi.

Kuasa hukum menilai bahwa proses hukum yang dijalankan bersifat diskriminatif dan cenderung berat sebelah. JPU hanya fokus pada terdakwa sebagai pembeli, tanpa mengungkap siapa penjualnya, dari mana asal amunisi tersebut, serta bagaimana jalur distribusinya.

“Selama pemilik asli dan sumber amunisi tidak diungkap, maka kasus seperti ini hanya akan menyasar korban di lapis terbawah. Bahkan membuka jalan bagi kriminalisasi terhadap masyarakat sipil lainnya,” kata Kobepa.

Ia menambahkan, selama persidangan tidak ditemukan bukti kuat yang mendasari tuntutan berat 12 tahun penjara. Karena itu, mereka menduga ada tekanan dari pihak-pihak tertentu terhadap kejaksaan untuk menjadikan kasus ini sebagai preseden kriminalisasi terhadap aktivis Papua.

“Ini bukan lagi penegakan hukum yang adil. Ini bentuk ketidakadilan terhadap warga negara yang bersuara demi hak-hak rakyat Papua. Kami akan menyampaikan pembelaan dalam pledoi minggu depan, dan bila perlu, membawa perkara ini hingga ke Mahkamah Agung,” pungkasnya.

Sidang lanjutan dijadwalkan digelar minggu depan dengan agenda pembacaan pledoi dari pihak terdakwa. Sementara itu, dukungan terhadap Okto Jemy Yogi terus mengalir dari berbagai kalangan, termasuk tokoh masyarakat, aktivis HAM, dan mahasiswa di wilayah Papua Tengah.

Redaksi : Vull

Post Views : 492 views

Posted in

Berita Lainnya

Baca Juga

Pos Populer

3984931246225911134

Pengunjung