Poto : Oktovianus Mote, Wakil ULMWP, Hadir Di UNPFIL PBB
New York, Kabargunung.com — Oktovianus Mote kembali menunjukkan keberaniannya sebagai Wakil Presiden United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dengan menghadiri secara resmi United Nations Permanent Forum on Indigenous Issues (UNPFII) 2025 di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York. Pada 26 April 2025, Mote menyuarakan secara langsung penderitaan dan aspirasi rakyat Papua yang selama puluhan tahun hidup dalam penindasan di bawah kekuasaan kolonial Indonesia.
Meski UNPFII bukan forum yang secara khusus membahas isu Papua, partisipasi Mote merupakan langkah simbolik yang strategis. Ia memanfaatkan ruang internasional untuk menyoroti pelanggaran hak asasi manusia, perampasan tanah adat, dan ketidakadilan struktural yang terus dialami masyarakat adat Papua. Langkah ini menegaskan bahwa perjuangan Papua tak dibatasi oleh batas geografis, dan terus berusaha merebut perhatian serta dukungan global.
Isu Papua sendiri merupakan persoalan kompleks yang mencakup dimensi sejarah, politik, sosial, ekonomi, dan ekologis. Sejak integrasi paksa Papua ke dalam Indonesia pada 1963, konflik bersenjata antara TNI-Polri dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM)—kini juga dikenal sebagai West Papua Army—tidak pernah berhenti. Kekerasan, trauma, dan pengabaian menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat adat.
Di sisi lain, eksploitasi sumber daya alam Papua berlangsung secara brutal dan sistematis. Aktivitas pertambangan, pembukaan hutan, serta proyek infrastruktur skala besar telah merusak ekosistem yang selama ini dijaga oleh kearifan lokal. Wilayah seperti Degeuwo, Yahukimo, Intan Jaya, Kapiraya, hingga Kilo di Nabire menjadi titik-titik pertambangan ilegal yang merampas ruang hidup masyarakat adat dan menghancurkan keseimbangan ekologis Papua. Kebijakan pembangunan nasional yang tidak berpihak justru menyingkirkan budaya serta nilai-nilai adat yang selama ini menjadi penyangga harmoni.
Dalam konteks inilah, suara Oktovianus Mote bukan sekadar retorika diplomatik. Ia adalah suara dari akar rumput Papua—suara yang terus menuntut keadilan, pengakuan, dan hak menentukan nasib sendiri. Kehadirannya di forum internasional menjadi simbol bahwa rakyat Papua tidak akan diam terhadap penindasan.
Forum ini juga diwarnai oleh insiden penting: pada 21 April 2025, menjelang pembukaan UNPFII, delegasi dari Papua, Aceh, dan Maluku sempat mengalami gangguan setelah perwakilan dari Aceh Sumatra National Liberation Front (ASNLF) dan West Papua Liberation Organization (WPLO) melakukan aksi damai di ruang Sidang Umum PBB. Mereka membentangkan poster bertuliskan “Free Maluku, Free Papua, Free Aceh.” Aksi tersebut memicu ketegangan diplomatik, namun sekaligus menjadi pengingat bahwa suara-suara dari wilayah yang selama ini dipinggirkan terus hidup, menuntut pengakuan dan kebebasan.
Redaksi :
Editor : Vull
Post Views : 3694 views
Posted in Uncategorized
Poto : Demianus Magai Yogi Panglima WPA…
Poto : Helikopter Kuning Tempat Pertambangan Papua…
Poto : Warga Pengungsian Puncak Jaya, Kabargunung.Com…
Poto : SD Inpres Bakonaip, Distrik Okhika,…
Poto : Demostran Siswa-siswi di Yalimo, (17/02/2025)…