banner kabargunung

Pemprov Papua Tengah Mandek, Aspirasi Penutupan Blok Wabu Harus Disuarakan ke Pemerintah Pusat

kabargun | 804 views

Jul 17, 2025

Screenshot_20250717_220458

Poto : Aksi Demo Tolak Blok wabu, 17/07/2025


Papua Tengah, Kabargunung.Com – Gubernur Papua Tengah, Meki Friz Nawipa, dinilai gagal mengambil langkah tegas dalam merespons aspirasi masyarakat adat terkait penolakan terhadap aktivitas pertambangan PT Antam di Blok Wabu, Intan Jaya, Papua Tengah. Masyarakat adat menilai Gubernur justru menjadi aktor utama yang mendorong pembukaan tambang tersebut, sehingga mengabaikan jeritan masyarakat yang terdampak langsung.

Meskipun secara yuridis kewenangan perizinan berada di tangan pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, masyarakat adat Papua Tengah tetap berharap Gubernur Nawipa tidak tinggal diam. Mereka mendesak agar Gubernur menggunakan otoritas politiknya untuk menyuarakan aspirasi rakyat ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kepemimpinan daerah yang berpihak kepada rakyat sangat dibutuhkan untuk meredam konflik dan mencegah eskalasi sosial yang terus meningkat di Intan Jaya Papua Tengah.

Masyarakat adat menyebut bahwa keberadaan Blok Wabu telah memicu ketegangan berkepanjangan, bahkan memakan korban dari kalangan warga sipil. Dalam pandangan mereka, Gubernur Papua Tengah seharusnya bertanggung jawab secara moral dan politik atas dampak sosial yang timbul. Sejumlah tokoh adat bahkan menilai Meki Friz Nawipa adalah sosok yang sejak awal membuka jalan bagi PT Antam untuk beroperasi di wilayah adat tersebut.



Sementara itu, dalam pernyataannya kepada media (DetikPapua.com, 17 Juni 2025), Gubernur Nawipa menyatakan bahwa pemerintah provinsi tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin pertambangan, merujuk pada Pasal 35 Ayat (1) UU No. 3 Tahun 2020 yang menegaskan bahwa seluruh izin pertambangan dikeluarkan oleh pemerintah pusat.

Namun masyarakat adat menilai pernyataan tersebut sebagai bentuk penghindaran tanggung jawab. Menurut mereka, sekalipun izin dikeluarkan oleh pusat, Gubernur memiliki kewajiban untuk menyampaikan penolakan masyarakat kepada pemerintah pusat, termasuk membentuk kebijakan lokal yang melindungi wilayah adat. Ketika kepala daerah memilih diam, masyarakat merasa dikhianati oleh pemimpinnya sendiri.

“Jangan putar balik fakta. Masyarakat sipil sudah jadi korban. Gubernur harus bertanggung jawab dan tidak boleh mengabaikan aspirasi masyarakat adat Papua Tengah,” tegas salah satu tokoh adat.

Masyarakat adat juga mendesak agar Gubernur Papua Tengah segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) bersama DPR Papua Tengah dan Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Tengah, untuk secara resmi menyampaikan penolakan terhadap pembukaan Blok Wabu ke pemerintah pusat. Mereka mengingatkan bahwa para pemimpin daerah — gubernur, anggota DPR, dan MRP — adalah utusan masyarakat adat Papua Tengah, bukan perpanjangan tangan kekuasaan pusat.

“Jangan membela pusat dan mengabaikan rakyat sendiri. Kami yang mengutus kalian menjadi pemimpin,” ujar salah satu perwakilan masyarakat adat.

Di tengah momentum politik menjelang Pilgub mendatang, persoalan tambang Blok Wabu menjadi ujian serius bagi integritas dan keberpihakan para pemimpin Papua Tengah: apakah mereka akan berdiri bersama rakyat, atau justru bersama kepentingan modal dan kekuasaan yang menjajah tanah dan martabat masyarakat adat.

Redaksi: Vull

Post Views : 804 views

Berita Lainnya

Baca Juga

Pos Populer

3984931246225911134

Pengunjung